8 Tes Diagnosik Untuk Mendiagnosis Penyakit Menular Seksual

Ilustrasi Macam-macam Tes Untuk Mendiagnosis Penyakit Menular Seksual
Ilustrasi Macam-macam Tes Untuk Mendiagnosis Penyakit Menular Seksual (Sumber: GenitalCare)

GenitalCare - Penyakit menular seksual merupakan suatu kondisi umum yang dapat menular melalui kontak seksual.

Organisme penyebab PMS, seperti bakteri, dapat berpindah dari individu ke individu lain melalui berbagai cairan tubuh, termasuk air mani, cairan vagina, darah, dan lainnya.

Meskipun penularan utama terjadi melalui kontak seksual, PMS juga dapat ditularkan secara non-seksual, seperti dari ibu ke bayi selama kehamilan atau persalinan.

Dalam konteks ini, ada 8 tes diagnostik dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit menular seksual. Berikut penjelasannya!

1. Uji Darah

Uji darah merupakan metode diagnostik yang umum digunakan untuk mendiagnosis penyakit menular seksual (PMS).

Beberapa jenis uji darah melibatkan deteksi keberadaan virus atau bakteri penyebab PMS, seperti uji HIV untuk virus HIV, uji RPR dan VDRL untuk sifilis, serta uji HCV untuk hepatitis C.

Prosedur ini melibatkan pengambilan sampel darah pasien yang kemudian dianalisis di laboratorium.

Konsultasi dengan dokter untuk menentukan jenis uji darah yang sesuai berdasarkan gejala dan risiko masing-masing individu.

2. Uji Urine

Selanjutna ada tes urine, yaitu metode diagnostik yang relevan dalam mendiagnosis penyakit menular seksual (PMS) tertentu.

Dalam konteks PMS, uji urine seringkali digunakan untuk mendeteksi infeksi gonore dan klamidia.

Uji urine untuk gonore dan klamidia, yang disebut juga Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau Polymerase Chain Reaction (PCR), dapat mengidentifikasi materi genetik dari bakteri penyebab infeksi dalam sampel urine.

Meskipun uji urine sering digunakan untuk diagnosa PMS, perlu diingat bahwa tidak semua PMS dapat dideteksi melalui uji urine.

3. Swab

Swab adalah metode pengambilan sampel yang umum digunakan dalam mendiagnosis penyakit menular seksual (PMS).

Pada konteks PMS, swab digunakan untuk mengumpulkan materi dari area genital atau tempat yang dicurigai terinfeksi, seperti leher rahim, uretra, atau lepuhan herpes.

Prosedur ini melibatkan penggunaan alat swab steril yang diusapkan pada area yang dicurigai.

Penting untuk berkonsultasi dengan dokter guna menentukan jenis swab yang paling sesuai dengan gejala dan kebutuhan diagnostik pasien.

4. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik juga merupakan bagian penting dalam mendiagnosis penyakit menular seksual (PMS).

Selama pemeriksaan ini, dokter akan melakukan evaluasi langsung terhadap organ genital pasien untuk mencari tanda-tanda infeksi atau kelainan.

Biasanya, pemeriksaan melibatkan penilaian visual terhadap kulit, lendir, dan struktur genital, serta pemeriksaan lebih dalam jika diperlukan. Dokter juga dapat mencari adanya kutil, luka, atau bintik yang mungkin menjadi gejala PMS.

Pemeriksaan fisik membantu dalam mengidentifikasi potensi infeksi atau masalah kesehatan lainnya yang mungkin memerlukan tes lebih lanjut atau pengobatan.

5. Tes DNA atau PCR

Tes DNA atau Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode diagnostik yang sangat sensitif dalam mendiagnosis penyakit menular seksual (PMS).

Melalui teknik ini, materi genetik dari patogen, seperti bakteri atau virus, dapat diperbanyak secara signifikan untuk mendeteksinya dengan lebih akurat.

Dalam konteks PMS, uji PCR sering digunakan untuk mengidentifikasi materi genetik dari patogen seperti klamidia, gonore, atau Human Papillomavirus (HPV).

Keunggulan uji DNA atau PCR terletak pada kemampuannya mendeteksi infeksi pada tahap dini, memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan pengelolaan penyakit yang lebih efektif.

6. Tes Antibodi

Tes antibodi merupakan metode diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi dalam tubuh sebagai respons terhadap infeksi penyakit menular seksual (PMS).

Saat terinfeksi, tubuh menghasilkan antibodi sebagai bagian dari sistem kekebalan untuk melawan patogen.

Dalam uji ini, sampel darah pasien diuji untuk menentukan apakah terdapat antibodi spesifik yang terkait dengan PMS tertentu, seperti HIV atau herpes. Hasil positif menunjukkan bahwa seseorang telah terpapar patogen tersebut.

Meskipun berguna, tes ini mungkin memerlukan waktu untuk menghasilkan antibodi yang cukup untuk mendeteksi, dan hasil positif tidak selalu menunjukkan infeksi saat ini, melainkan juga dapat mencerminkan paparan sebelumnya.

7. Tes Kultur

Tes kultur merupakan metode diagnostik yang melibatkan pertumbuhan dan identifikasi mikroorganisme penyebab penyakit menular seksual (PMS).

Dalam konteks PMS, tes ini dapat digunakan untuk mengisolasi dan memperbanyak bakteri seperti Neisseria gonorrhoeae, penyebab gonore.

Prosedur tes kultur melibatkan pengambilan sampel dari area yang dicurigai terinfeksi, seperti uretra atau leher rahim, dan menempatkannya pada media kultur yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme.

Meskipun tes kultur memberikan informasi yang berguna, hasilnya mungkin memerlukan waktu yang lebih lama daripada metode diagnostik lainnya.

Baca Juga: Cara Penularan Penyakit Menular Seksual

8. Uji Radiologi

Uji radiologi merupakan metode diagnostik yang menggunakan teknologi radiasi untuk visualisasi organ internal dalam tubuh.

Dalam konteks ini, uji radiologi dapat digunakan untuk mendeteksi dampak PMS pada organ tertentu.

Sebagai contoh, uji sinar-X dada dapat memberikan informasi tentang kemungkinan penyebaran sifilis ke organ dalam. Teknik imaging seperti computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat digunakan untuk melihat organ-organ yang terpengaruh oleh PMS.

Uji radiologi memberikan gambaran visual yang membantu dokter dalam diagnosis dan pemantauan perkembangan penyakit.

Meskipun tidak selalu menjadi metode utama untuk mendiagnosis PMS, uji radiologi dapat menjadi pilihan jika diperlukan untuk mengevaluasi dampak PMS pada organ internal pasien.

Komentar